Kenapa Aku Restart dari Sini – My New Path

Kenapa Aku Restart dari Sini – My New Path

Setelah jatuh berkali-kali karena performa buruk, tim yang bubar, dan klien yang lari dari tanggung jawab, aku memutuskan untuk restart semuanya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena aku sadar: cara lama udah nggak bisa aku bawa ke masa depan.

Buat sebagian orang, mungkin kelihatannya aku gagal. Seorang freelancer yang nggak bisa bertahan di tengah kerasnya persaingan, kehilangan arah, kehilangan tim, dan ditinggalkan klien satu per satu. Aku ngerti, dari luar semua ini terlihat seperti cerita klasik: terlalu idealis, nggak siap dengan realita, dan akhirnya harus menelan pahitnya jalan sendiri. Bahkan mungkin ada yang pernah bilang, “Wajar aja kalau jatuh. Kalau profesional beneran, harusnya bisa ngatur semua itu.”

Dan aku nggak bisa sepenuhnya menyangkal.

Aku memang pernah ada di titik paling rendah dalam karierku. Performa kerjaku anjlok. Fokusku berantakan. Banyak hal yang seharusnya bisa aku kontrol—tapi tidak kulakukan. Aku kehilangan banyak waktu hanya untuk sekadar bertahan, sambil berpura-pura semuanya baik-baik saja.

Yang paling terasa adalah saat tim developer yang selama ini jadi tulang punggung… perlahan menghilang. Ada yang awalnya aktif, lalu mulai lambat respon, lalu benar-benar hilang tanpa penjelasan. Sedangkan pekerjaan terus berjalan, dan aku tetap harus menyelesaikannya. Di waktu yang sama, ada juga klien yang sebelumnya kelihatan profesional, tiba-tiba memutus komunikasi. Sebagian belum menyelesaikan pembayaran. Ada proyek yang sudah berjalan separuh, tapi akhirnya terbengkalai karena janji yang nggak ditepati. Aku cuma bisa duduk, nunggu, sambil mikir: salahku di mana?

Dan ketika aku mencoba bangkit kembali, dunia luar justru berubah lebih cepat dari yang aku bayangkan. Kompetisi di industri ini makin gila. Aku masih menjual sistem website lengkap dengan harga wajar, sekitar 3,5 juta. Tapi di luar sana, banyak yang berani pasang harga 300 ribu—bahkan kurang. Mereka nawarin desain modern, fitur lengkap, SEO, dan support, semua dalam satu paket kilat. Saat itu aku merasa… aku bukan cuma kalah bersaing, tapi mulai kehilangan posisi. Mulai merasa nggak relevan.

Tapi sebenarnya, bukan hanya soal harga atau pasar. Yang lebih dalam adalah perasaan asing dalam sistem yang aku bangun sendiri. Ada konflik internal yang makin lama makin sulit aku redam. Ada keputusan pribadi yang sulit dijelaskan ke siapa pun—tapi cukup besar untuk membuat aku sadar: aku harus menciptakan ruangku sendiri, dengan cara yang sepenuhnya baru.

Bukan langkah impulsif. Tapi memang waktunya untuk restart.

Aku mulai dari awal lagi.

Bukan dari nol secara teknis, tapi dari cara berpikir. Aku bongkar ulang alur kerja yang selama ini kuanggap efisien. Aku desain ulang cara aku mengelola proyek, dokumentasi, komunikasi, hingga alur build sistem. Semua yang dulu serba cepat dan praktis, sekarang aku coba bangun lebih sistematis, lebih modular. Aku ingin alur kerjaku bukan cuma untuk bertahan, tapi berkembang.

Aku juga mengubah fokus. Bukan lagi sekadar cari proyek yang cepat selesai dan dibayar. Tapi mulai mencari klien dan kerja sama yang bisa berkembang jadi produk bersama. Aku ingin membangun sesuatu yang bertahan, yang bisa terus aku rawat, update, dan kembangkan. Aku ingin punya karya digital yang bisa dikelola jangka panjang, bukan sekadar one-time service.

Dari situ, aku mulai memperkenalkan pendekatan baru—micro service. Bukan paket besar yang butuh keputusan panjang dari klien, tapi layanan-layanan kecil yang langsung terasa manfaatnya. Satu sistem, satu fungsi, satu output. Klien bisa ambil bagian yang mereka butuh, dan berkembang bersama waktu. Fleksibel untuk mereka, dan berkelanjutan untukku.

Tentu, semuanya ini bukan tanpa tujuan besar.

Di balik semua reset ini, aku sedang membangun ulang hidupku juga. Ada satu impian yang terus aku jaga sejak lama: tinggal di sebuah tiny home off-grid, jauh dari keramaian, tapi tetap terhubung dengan dunia lewat internet cepat. Tempat kerja yang sunyi tapi tetap produktif.

Aku juga sedang merancang motorku sendiri. Bukan motor mahal, bukan gaya-gayaan. Tapi kendaraan yang benar-benar nyaman untuk perjalanan jauh dan aktivitas harian. Yang bisa menemaniku menjelajahi tempat baru, tanpa harus takut mesin rewel atau duduk pegal.

Di rumah, aku ingin punya server kecil yang bisa diandalkan. Home dev server yang cukup kuat untuk pengembangan proyek, backup data, dan eksperimen coding. Server yang bisa hidup 24 jam tanpa bergantung terus pada cloud atau layanan luar.

Dan lebih dari itu semua, aku ingin hidup dengan gaya kerja yang fleksibel. Bekerja dari mana saja, kapan saja, tanpa harus meninggalkan pekerjaan. Aku ingin bisa bangun pagi di pegunungan, lalu ngoding sambil minum kopi. Atau jalan jauh dengan motorku, berhenti di mana pun, lalu buka laptop dan tetap produktif.

Restart ini bukan akhir. Ini justru awal dari sesuatu yang lebih jujur dan lebih sesuai dengan apa yang benar-benar aku mau. Aku nggak mau terus mengikuti arah yang dipaksa orang lain. Aku pengen jalan di jalurku sendiri—pelan, konsisten, dan penuh makna.

Dan kalau kamu juga pernah merasa tersesat, mungkin inilah waktumu juga untuk mulai dari awal. Bukan karena gagal. Tapi karena kita akhirnya sadar: ada versi hidup yang lebih cocok buat kita. Dan satu-satunya cara untuk sampai ke sana… adalah dengan berani restart dari sini.